Malam yang cerah sekali, mungking itulah yang terlintas di dalam pikiran ku ketika menyaksikan bulan purnama ke 3 di tahun 2015 ini.
gue adalah anak bungsu dari 7 bersaudara. ke enam saudara laki laki gue lainya sudah berumah tangga dan hidup di rantau(1).
menurut gue,,, gue merupakan laki laki yang pikiranya sulit di tebak, bisa di katakan gue seorang yang pendiam,baik, dan kadang karakter gue bisa berubah 100°. Wkwkwk..iya..iya, terserah apa kata lo.
Tinggal di sebuah desa yang bisa di katakan kalau bicara sepatah kata sekampung orang jadi tau. membuat gue jadi malu dan tertekan melihat keadaan yg di mana orang orang selalu menggunjing keluargaku , karna kehadiran bapak tiriku yg tidak ku harapkan atas kehadiranya.
Di usia yang ke 17 ini gue masih merasakan dampak dari kejadian 6 tahun yang lalu, gue merasa tersisihkan oleh kehadiran bapak tiri gue setelah ibu menikah yg ke2 kalinya dan bapak meninggal dalam musibah kebakaran di saat bapak mengalami kelumpuhan di usia 65 thn.
Tak terasa sudah enam tahun berlalu dan entah kapan masanya siksaan ini akan berakir, ya ini bukanlah sebuah ujian tapi ini adalah sebuah siksaan, karna orang yg mendapat ujian hanyalah orang yg ikut ulangan.
Entah kemana diri ini akan melangkah, tak tau tempat yg di tuju. semuanya telah di coba namun apa mau di kata, nasib berkata lain. berharap mengadu nasip di rantau orang supaya hidup ini menjadi lebih maju , tapi kesengsaraan lah yg melekat.
di mulai di sebuah kecamatan di inhu pada umur 11thn niat ingin menumpang di rumah abang, karna masih belum mengerti bagaimana caranya bertahan hidup sendiri, tapi cacian dan makianlah yg ku terima, bahkan sampai hati ia mengusirku. entah apa yg membuat hatinya begitu kejam, hanya tuhanlah yg tau.
berharap sesuap nasi, pergi dengan hati sedih, berlinang air mata. memohon supaya siksaan ini berakhir, berkata dalam hati "tuhan di manakah letak keadilanmu, mengapa siksaan ini kau limpahkan kepada orang miskin seperti saya?? mengapa tuhan?".
pulang ke kampung merupakan hal yg aku nantikan, tapi orangtuaku selalu melarangku, dengan alasan, di kampung hidup susah sedangkan di kampung kita tidak punya apa apa selain gubuk yg di makani rayap. entah itu adalah hasutan bapak tiriku\bukan.. yg jelas otaknya adalah otak PKI.
Masih jelas dalam kepala ini waktu hidup menjadi pemulung, makan nasi sisa, mengais ngais tong sampah, mencari apa yg bisa di makan berharap supaya bisa bertahan hidup di bumi yg kaya raya ini, yg kekayaanya hanyalah untuk segelintir orang saja, sungguh dalam hidup ini banyak ketidak adilan. pantas orang bilang kalau, kita yg bukan siapa siapa mana bisa dapat apa apa. yg jelas di zaman ini banyak orang orang berkecukupan mengeluh dengan keadaan ekonominya yang kian hari mengalami penurunan. apa lagi kami..! yang hanya wong cilik ini.
saat ini harapanku adalah semoga siksaan ini berakhir. mudah mudahan tuhan membacanya, dan mengakhiri siksaan ini dan memberiku jalan yg lebih baik.
dan untuk perempuan yg aku cintai, aku tak tau apakah kau benar benar mencintaiku atau tidak, yg jelas aku mohon padamu tetaplah terima aku apa adanya.. berharap kita berumah tangga walaupun tak ada harta benda yang bisa kau harapkan dariku, tapi sungguh aku mencintaimu tulus dari hatiku.